“DINAMIKA PENDIDIKAN DI PEDESAAN”
Sekarang ini dimana sarana prasarana
infrastruktur relative sudah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat yang
berada di pedesaan secara khusus masyarakat pedesaan yang ada di bumi
Kalimantan Tengah, seiring berkembangnya sarana prasarana infrastruktur
sungguh membawa angin segar dan sedikit demi sedikit mulai mengikis
keterisolasian baik dari segi kultur social budaya sampai kepada dunia
pendidikan yang ada dilingkungan pedesaan itu sendiri. Bila dilihat dari
segi pendidikan, baik dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
sampai kepada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang ada di pedesaan sangat
memberi arti yang sangat dalam bagi kehidupan pendidikan bagi masyarakat
setempat, bahkan manfaatnya juga biasa dirasakan oleh masyarakat lain
yang berada diluar desa tersebut. Sarana dan prasarana pendidikan ini
tentunya merupakan kepedulian serius dari Pemerintah dalam upaya
mencerdaskan generasi-generasi muda agar dimasa-masa mendatang sumber
daya manusia yang dimiliki bumi Isen Mulang mampu bersaing, baik pada
skala nasional sampai pada tingkat internasional.
Pendidikan bagi masyarakat adalah mutlak
dan wajib, bukan hanya untuk masyarakat perkotaan tetapi juga mutlak
bagi masyarakat pedesaan, tidak hanya suatu kewajiban bagi orang-orang
berekonomi menengah keatas tetapi juga merupakan tekad bagi masyarakat
yang berekonomi lemah untuk merasakan manis pahitnya suatu pendidikan,
hanya saja yang nyata terlihat dari segi ekonomi memang terasa
perbedaannya, bagi yang berekonomi lemah maka pendidikan dalam suatu
keluarga tersebut akan berada pada level-level tertentu saja,
dibandingkan mereka yang berekonomi mapan tentunya banyak peluang untuk
memperoleh pendidikan pada level-level atas, disamping ekonomi memang
banyak factor juga yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam meraih
pendidikannya.
Sarana dan prasarana, kualitas dan
kuantitas sampai kepada kesejahteraan adalah bagian dari suatu perbedaan
antara pendidikankotadan pendidikan yang ada dipedesaan, baik yang
dirasakan oleh tenaga pedidik sampai kepada orang tua dan siswa itu
sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut layaknya seperti dua sisi mata
uang yang berbeda tetapi memiliki satu fungsi. Dijaman sekarang ini
akankah perbedaan-perbedaan klasik tersebut selalu menjadi penghambat
bagi kemajuan suatu pendidikan? Tentunya beragam cara sudah banyak
dilakukan untuk meminimalisasikan perbedaan-perbedaan tersebut.
Umumnya yang selalu menjadi penghambat kemajuan pendidikan yang ada dipedesaan adalah
- Kurang tersedianya fasilitas penunjang pembelajaran,
- Relatif kurang efektifnya ketercapaian penyampaian suatu materi pembelajaran kepada siswa disebabkan guru memegang lebih dari satu bidang studi mata pelajaran yang diampunya. Dengan bahasa lain, kuantitas guru sangat sedikit sehingga menyebabkan satu orang guru bisa menyampaikan dua sampai tiga mata pelajaran yang berbeda sekaligus dalam seminggu dengan bobot jam mengajar lebih dari standar seharusnya.
- Banyaknya jumlah siswa dalam satu ruangan melebihi dari daya tampung kelas,
- Tingkat penghargaan yang diterima oleh guru dalam bentuk kesejahteraan terkadang tidak sesuai dengan pengabdiaannya sehingga bisa menyebabkan menurunnya semangat kerja yang berdampak pada penyampaian materi kepada siswa menjadi sekadarnya saja, sehingga pada akhirnya konsistensi terhadap waktu belajar menjadi menurun,
- Kurang terciptanya keharmonisan hubungan social antara guru dan siswa, guru dan staf, guru dan atasan sampai kepada guru dan orang tua, hal ini terkadang disebabkan oleh missunderstading atau kurang transparansi terhadap suatu masalah.
Hal-hal tersebut baru sebagian yang
merupakan factor ekternal, sedangkan factor internal yang juga
berpotensi menjadi penghambat suatu kemajuan pendidikan khususnya
dipedesaan adalah bila mulai terkikisnya rasa memiliki, tanggung jawab
terhadap tugas, dan beban moral baik itu bagi tenaga pendidik sampai
kepada anak didik. Tidak ada rasa memiiki terhadap sekolah berarti
tidak mau tahu atau cuek saja dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh sekolah sehingga terkesan sekolah hanya dijadikan sebagai rumah
singgah saja dan bukan sebagai wadah untuk menyatukan visi dan misi
sekolah, dampak lain yang akan terasa adalah dari sisi tanggung jawab.
Orang tua siswa umumnya tidak terlalu banyak tahu tentang aktifitas
anaknya selama proses belajar mengajar disekolah, mereka hanya berasumsi
bahwa disekolah anaknya sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Saat-saat seperti itulah tenaga pendidik dituntut untuk memiliki
tanggung jawab terhadap aktifitas anak didik selama mengikuti proses
pembelajaran disekolah, dan faktor internal yang ketiga yaitu beban
moral. Berhasil tidaknya anak didik tidak lepas dari campur tangan
tenaga pendidiknya, bila anak didiknya berhasil tentu menjadi kebanggaan
bagi gurunya, secara moral tenaga pendidik itu telah menjalankan amanah
orang tua murid dan pemerintah untuk mencerdaskan generasi-generasi
muda, sebaliknya jika anak didik itu gagal tentu menjadi bahan koreksi
bagi para pengajarnya.
Dalam hal ini dibutuhkan kesepahaman
persepsi bukan hanya bagi para pendidik tetapi juga bagi para anak
didik. Dipedesaan, sekolah memiliki keanekaragaman kebiasaan dengan
kultur aturan yang berbeda-beda, hal ini bisa disebabkan oleh tipical
para anak didik yang bermacam-macam, bagi yang aktif tentunya
memberikan kemudahan bagi para pengajar untuk mengembangkan imajinasi
dan kreatifitas anak didik, namun bagi yang pasif membuat para pengajar
lebih banyak melakukan proses pembelajaran yang bersifat monolog dan
terkesan terpusat pada guru saja. Dilihat dari sisi pendekatan social
antara guru dan murid, dipedesaan guru dan murid lebih banyak
bersosialisasi bukan hanya dalam proses belajar mengajar disekolah,
tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini dikarenakan letak
geografis atau luas suatu wilayah desa tidak seluas wilayah yang ada
diperkotaan, sehingga memudahkan guru dan murid selalu berinteraksi. Dan
guru selalu bisa melihat dan mengontrol prilaku anak didik dalam
kesehariaannya di luar sekolah.
Dalam menghadapi perilaku anak didik yang
notabene adalah dari kalangan pedesaan, tentu dalam penyampaian proses
belajar mengajar disekolah sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya local
setempat, mulai darigayaberbahasa, bergaul, sampai pada cara anak didik
menyerap suatu materi yang disampaikan. Pendekatan yang digunakanpun
tergantung dari para pengajarnya, namanya juga didesa, setelah pulang
dari sekolah bisa saja anak didik membantu orang tuanya bekerja sehingga
materi-materi yang disampaikan hanya terserap sebatas proses belajar
mengajar disekolah saja, selebihnya mereka lebih banyak berinteraksi
dengan lingkungannya masing-masing. Sejatinya para anak didik, belajar
bukan hanya sebatas disekolah saja, tetapi bagaimana mereka mengulang
pelajaran disekolah itu dirumah atau dengan membuat kelompok-kelompok
belajar, bahkan dengan tambahan les atau private lainnya. Didesa hal ini
sangat jarang dikembangkan, kasunya tetap saja sama, yaitu jika
pelajaran seklolah usai, selanjutnya adalah waktu untuk membantu ekonomi
keluarga, bahkan ada yang memanfaatkan untuk berinteraksi sesama
temannya dalam kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran
disekolah.
Beragam dinamika inilah sering membuat
para guru yang bertugas dipedesaan dituntut membuat formula pembelajaran
yang lebih tepat sasaran dengan tidak mengesampingkan pedoman-pedoman
pendidikan yang sudah diatur dan ditetapkan baik oleh pusat maupun
pemerintah daerah melalui departemen dan dinas-dinas
terkait. Standarisasi pendidikan yang telah diatur dan ditetapkan,
mengharuskan para guru untuk bisa membantu anak didik meraih ketuntasan
yang optimal dalam proses pembelajaran walaupun terdapat keterbatasan
yang mungkin menghambat proses pembelajaran itu sendiri, namun tetap
saja ada jalan keluarnya dalam menghadapi keterbatasan itu dan
masing-masing guru dan sekolah memiliki cara tersendiri mengatasinya.
Jika di ilustrasikan sekolah itu adalah
restorant. Jika dikotarestorant pasti banyak menawarkan menu-menu
makanan yang lezat, sementara didesa restorantnya hanya menawarkan satu
menu saja. Dari menu yang ditawarkan sungguh sangat jauh perbedaanya,
namun satu yang ingin dicapai oleh kedua restorant itu, yaitu bagaimana
orang yang makan di restorantnya itu bisa kenyang dan keluar dengan
senyuman!?
0 komentar:
Posting Komentar